Image Hosted by ImageShack.us

Iklan

Image Hosted by ImageShack.us

Kamis, 08 Mei 2008

Hukum Alam Tak Akan Pernah Berhenti

Yato va imani bhutani jayante. Yena jatani jivanti. Yatprasanty abhisam visanti. Tad vijinasasva, tad brahmeti ( Taittriya Upanisad III. 1)Artinya : Dari mana semua yang ada ini lahir. Dengan apa yang lahir ini hidup, kemana mereka masuk ketika kembali, ketahuilah, bahwa itu Tuhan.
Atas semua itu, Tuhan mempunyai hukum tersendiri di luar kuasa hukum manusia, itulah hukum alam. Hukum ini di dalam Weda disebut Rta. Hukum alam tidak mampu ditentang manusia, sebab hukum ini sifatnya abadi dan berlaku universal.Bila manusia berhadapan dengan hukum alam, maka manusia hanya dapat bertahan, tetapi tidak kuasa melawannya. Hal itu disebabkan kemampuan manusia sangat terbatas untuk bertahan terhadap hukum alam, dan pertahanannya bersifat sementara. Apabila tenaga manusia telah habis, maka kembali manusia di bawah kuasa hukum ini. Siapakah yang kuasa atas hukum alam ini, jawabannya hanya satu yaitu Tuhan. Karena kekuasaan Tuhan atas hukum alam inilah Tuhan disebutkan sebagai Rtawan. Jadi, semua kehendak Tuhan, manusia dan seluruh alam ini tidak mampu membantahnya. Bila manusia lapar, manusia hanya bisa menahan lapar, tetapi tidak kuasa menghilangkan lapar tanpa makan. Untuk serasi dengan hukum alam, maka manusia harus makan yang patut dimakan. Jika manusia tidak makan, maka ia kena hukum lapar sehingga jatuh sakit. Lapar itu hukum alam yang tidak kuasa dibantah. Bagaimana pun hebatnya manusia itu, apakah ia seorang sakti mandraguna, berkuasa, berwibawa semuanya tunduk dengan hukum lapar itu. Tidak pernah disaksikan seorang manusia yang sakti, seorang, manusia sebagai pemimpin yang berkuasa atas semua benua, dia tidak pernah lapar dan tidak makan. Demikian juga dengan hukum alam yang disebut Tsunami itu. Manusia tidak kuasa melawannya. Jika Tuhan menghendaki terjadinya Tsunami dan menerjang kampung, kota, bangunan dengan segala isinya, maka tidak ada kekuatan manusia yang mampu manandingi ganasnya gelombang pasang dahsyat menerpa alam.Manusia harus sadar bahwa Tuhan sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur alam ini selalu berjalan tanpa pernah berhenti. Di dalam konsep Bhagawagita, Tuhan tidak pernah berhenti berkerja dan tidak pernah akan berhenti. Sedetik saja Tuhan berhenti berkerja, maka alam raya ini akan hancur lebur, termasuk melebur alam ini dengan bencana alam.Hukum alam telah mengatur semua alam ini di bawah kuasa Tuhan. Tuhan di dalam Mandukya Upanisad I.7. diibaratkan seperti laba-laba yang mengeluarkan dan menarik benangnya (yathorna nabhih srjate ghaanate ca). Demikianlah alam ini ini muncul dan kembali ke asalnya ( sangkan Paraning dumadi ). Beliaulah asal semua yang ada ini dan kepada-Nya-lah semua ini kembali.Bencana alam seperti Tsunami adalah proses Tuhan mengembalikan ( melebur ) alam ke asalnya, sebab di dunia ini semuanya dibatasi oleh waktu yang ditentukan Tuhan. Di dunia ini semua ciptaan Tuhan melalui proses Trikona (utpati, stiti, dan pralina ). Lalu apakah yang harus dilakukan manusia ketika terjadi proses ini, apakah hanya pasrah? Kepasrahan saja tidak menyelesaikan masalah, namun yang harus dilakukan manusia harus ‘mulat sarira’ bahwa kematian itu tidak ada yang bisa menebaknya dan di dunia ini yang selalu dipupuk adalah perbuatan baik (subha karma ) yang membawa keharmonisan bagi diri sendiri dan juga orang lain. Melalui perbuatan itulah manusia yang selamat dari amukan bencana, harus tergerak hatinya untuk membantu saudara-saudaranya yang menjadi korban keganasan alam itu. Tsunami bukanlah hukuman Tuhan, tetapi Tsunami adalah proses alam semesta yang digerakan oleh hukum alam.Maka, manusia yang dahulunya telah menanamkan karma baik sebelum mengalami kematian, niscaya akan membuahkan karma yang baik. Bagaimana halnya dengan manusia yang lebih dahulu meninggal dan belum sempat berbuat baik? Itulah yang patut dipikirkan oleh manusia yang masih hidup agar tidak menteladaninya. Dalam konsep Hindu hidup ini hanyalah sementara saja ( kadi kedeping kilat ), bagai kilatan petir hanya sebentar. Sangat sayang apabila tidak dipergunakan untuk memperbaiki hidup. Termasuk membantu sesama, seperti jalan yang diamanatkan dalam kitab suci Weda sebagai jalan mulia dilandasi Dharma (anresangsya muktianing Dharma). Dengan peduli dan mendahulukan kepentingan kemanusiaan, manusia telah menanam buah karma yang baik dan akan dipetik oleh si penanam itu sesuai dengan kadar ketulusan atau keiklasannya saat memberikan bantuan.Semoga semua atma mereka yang meninggal akibat bencana alam diterima di haribaan Tuhan sesuai dengan karmanya masing-masing.OM Swargantu, moksantu, sunyantu, murcantu ya namah swaha. N Ketua PHDI Bali Made Sudiana

Tidak ada komentar: